Setiap butiran kata yang terucap dari lisan kita, kelak akan dipinta pertanggungjawabannya. Maka pergunakanlah dengan bijaksana.

Cara Mengirim Naskah ke Penerbit


  1. Ketik naskahmu.
Pernah ada yang bertanya boleh nggak kalau naskah kita tulis tangan aja, nggak pakai komputer? Saranku sih: KETIK DENGAN KOMPUTER.
Ini penting karena tulisan di komputer akan lebih rapi dan lebih enak dibaca. Terlebih bila kita penulis yang masih sangat pemula (kalau kita sudah sekelas Pramudya Ananta Toer atau J.K. Rowling, wah jangankan diketik, corat-coret mereka di kertas buram juga bakal dilirik penerbit. Tapi kita bukan mereka). Menulis dengan komputer menunjukkan kita lebih serius. Kalau tidak punya komputer, kalian bisa menyewa atau meminjam. Kalau tidak mengguasai komputer, hm saatnya untuk belajar.

  1. Pakailah font huruf standar.
Huruf ini bisa times new roman, arial, atau garamond. Yang penting mudah dibaca. Hindari jenis-jenis huruf tegak bersambung, yang lucu-lucu, atau kebanyakan hiasan. Kasihan nanti editor susah membacanya. Mending kalau mau bersusah payah, bisa jadi lho mereka malah malas membaca (yang rugi kita kan?).

  1. Ukuran huruf 12.
Bagi huruf-huruf tertentu bisa 11 atau 10, tapi intinya sekali lagi, pilih yang enak dibaca. Ukuran 12 adalah ukuran standar yang lebih aman.

  1. Panjang halaman 100-400 halaman.
Untuk novel teenlit panjangnya 100-200 halaman, untuk novel chicklit bisa sampai 400 halaman. Sekali lagi ini juga nggak harus ngepas segitu. Masih ada toleransi, katakanlah bila novel kita hanya sepanjang 90 halaman. Ini hanya patokan yang lazim saja. Oya, ukuran kertas yang lazim dipakai adalah A4.

  1. Beri jarak (spasi) 1.5
  1. Jangan lupa kasih nomor halaman di naskahmu.
Selain memudahkan editor, ini juga untuk berguna bagimu untuk memastikan tidak ada halaman yang terlewat nanti kalau sudah dicetak.

  1. Cetak/ print naskahmu.
Harus ya? Bisa nggak mengirim soft copy saja dalam cd atau disket? Atau lewat e-mail? Aku tidak menyarankan! Banyak penerbit yang tidak menerima soft copy. Meski penerbit menerima, alangkah baiknya kamu tetap menyertakan.bentuk cetakan (print out). Ini juga akan memudahkan editor. Bagaimana pun membaca di kertas lebih enak daripada membaca di layar komputer (layar komputer nggak bisa dibaca sambil tiduran hehehe). Yang jelas, editor bisa malas kalau harus ngeprint dulu, terus baru baca. Gunakan kertas yang bersih ya, dengan tinta yang cukup jelas. Jangan belepotan deh (misalnya tintanya luntur, nggak banget deh).

  1. Bikin sinopsis novelmu.
Ini juga penting, biar langsung ketahuan apa tema ceritamu. Buatlah sinopsis semenarik mungkin. Ini adalah “iklan” atau “bujukan” untuk merayu para editor. Buat mereka jatuh cinta dan penasaran. Ingat, selayaknya iklan, buatlah sinopsis dengan singkat. Sebaiknya tidak lebih dari satu halaman. Hm, masih butuh contoh? Baca saja sinopsis di yang biasanya ditaruh di sampul belakang buku. Kalau kamu beli buku di toko, kamu baca sinopsisnya dulu kan? Oya, sebaiknya sinopsis ini kamu taruh di halaman depan (setelah lembar judul). 

  1. Sertakan biodatamu.
Biodata ini isinya apa saja sih? Tidak ada keharusan tertentu. Tapi yang jelas informasi pokok yang harus ada adalah: nama, alamat, alamat e-mail, dan no telepon/ hp, agar penerbit bisa mudah menghubungimu. Kalau kamu merasa perlu bisa tambahkan tanggal lahir, hobi, pendidikan, dan prestasi. Foto juga boleh dilampirkan. Kalau kamu sudah pernah menerbitkan tulisan sebelumnya, bisa juga dicantumkan agar bisa menjadi nilai tambah. Biodata ini bisa kamu taruh di bagian depan (setelah sinopsis) atau di halaman belakang.

  1. Beri sampul (cover).
Selayaknya buku, bagus banget kalau novelmu punya sampul. Bikinlah sampul yang menarik dan unik agar editor jatuh cinta. Nggak perlu susah-susah, pakai aja gambar yang ada di komputer, atau tulisan yang cukup berseni.

  1. Jilid naskahmu
Haruskah? Lebih baik begitu, biar nggak bececeran. Kebayang nggak sih, pas dibaca editor, eh naskahmu ketiup angin kemudian ilang lima halaman. Masukkan biodata dan sinopsis ke dalam jilidan, biar nggak ilang.

  1. Buat surat pengantar kalau perlu.
Selayaknya mengirim sesuatu pada orang yang tidak dikenal, rasanya kamu perlu menjelaskan siapa dirimu, apa harapanmu atas novel yang kamu kirimkan. Surat ini memang tidak wajib, penerbit pasti sudah tahu maksud pengriman naskahmu. Hanya saja ini memberi sentuhan personal yang manis.

  1. Sertakan soft copy (disket atau CD).
Ini nggak wajib sih. Tapi oke juga kamu sertakan sebagai nilai tambah. Yah, siapa tahu ada halaman yang entar robek atau hilang. Mengapa ini nggak wajib? Karena kalau naskahmu bagus dan penerbit memutuskan menerbitkannya, mereka bisa meminta kamu untuk mengirim soft copy-nya nanti, lewat e-mail atau pengiriman CD. So yang perlu kamu lakukan adalah simpan file-mu baik-baik, biar nanti ketika editor minta soft copy-nya, kamu udah siap.

  1. Kirim! Kirim! Kirim.
Ini adalah langkah yang penting ketika semua sudah siap. Karena apalah artinya bila kamu sudah kerja keras tapi naskahmu nggak terkirim. Satu hal yang pasti: NASKAHMU NGGAK AKAN TERBIT, BILA KAMU TIDAK MENGIRIMKANNYA KE PENERBIT! (kecuali kalau kamu mau menerbitkan sendiri). Nah, ada dua cara nih:
- antar sendiri ke penerbitnya. Tentu saja ini berlaku bagi kamu yang tinggal dekat dengan kantor redaksi. Enaknya adalah naskahmu pasti sampai redaksi dan bahkan kamu dapat tanda terima dari petugas.
- kirim lewat pos! Jangan lewat e-mail ya. Seperti yang aku tulis di poin 6, kebanyakan penerbit TIDAK menerima naskah lewat e-mail.Ada beberapa yang menerima lewat e-mail, tapi meskipun demikian naskah dalam lembaran kertas akan lebih memudahkan editor. Bayangin aja kalau mereka harus ngeprint ratusan halaman dulu sebelum membaca, capek deh. Mending kalau mereka mau nge-print, bisa jadi lho, mereka males buka e-mail, dan e-mail kamu hanya akan terselip di antara ratusan e-mail yang mereka terima tanpa diapa-apain.

Tips kecil dariku: perhatikan EYD dan tanda baca. Pada prinsipnya menulislah dengan rapi, mendekati sempurna kalau perlu. Setelah titik kasih jarak. Pakai huruf kapital dan huruf kecil di tempat yang tepat. Perhatikan pemakaian imbuhan (di- dipisah atau di- disambung). Juga ejaan, analasis atau analisa? Diubah atau dirubah? Zaman atau jaman? Nggak papa kalau masih ada salah-salah dikit, tapi jangan keterlaluan. Buka kamus dan buku panduan ejaan. Repot dong? Iya memang, tapi itu menunjukkan kamu berusaha. Ejaan buruk belum tentu ceritanya buruk kan? Eng, mungkin. Tapi nggak banyak. Biasanya kalau ejaan dan tata kalimatnya udah buruk, ceritanya juga akan ngikut buruk. Yang jelas sih editor lebih malas menangani naskah yang banyak salah-salah dan nggak rapi. So periksa lagi ejaanmu ya.

Nah, setelah semua oke, tinggal kamu pikirkan nih, penerbit mana yang akan mendapat kehormatan dikirimi naskah kamu. Untuk soal ini, aku akan bahas di tread berikutnya ya. Aku juga akan bahas, apa yang akan terjadi pada naskahku setelah dikirimkan ke penerbit. Sampai ketemu!

Forum Sastra

  © Lokananta Sastra Dirancang oleh Indra eL wi Djenar 2010

Balik ke Atas